Pena Nusantara | Jambi - Desy Asneli (Program Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas Jambi, 2024) menyorot Pemantauan dan peninjauan undang-undang yang diatur dalam Pasal 95A dan Pasal 95B Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, membuka peluang baru untuk melakukan analisis terhadap efektivitas dan relevansi suatu peraturan perundang-undangan. Ini penting untuk memastikan bahwa setiap peraturan yang dihasilkan benar-benar memenuhi tujuan awal pembuatan dan dapat berfungsi dengan baik dalam konteks hukum yang ada. Langkah ini menawarkan kesempatan bagi para pembuat kebijakan dan penegak hukum untuk mengevaluasi sejauh mana peraturan yang telah ditetapkan berperan dalam mencapai tujuan yang diinginkan serta memberikan kemaslahatan bagi masyarakat. Namun demikian, untuk mendukung pelaksanaan pemantauan dan peninjauan tersebut, terdapat sejumlah tantangan dan permasalahan yang harus ditangani dengan seksama. Beberapa isu yang perlu diteliti lebih lanjut mencakup identifikasi aspek-aspek spesifik apa saja yang perlu diatur dalam kerangka evaluasi peraturan perundang-undangan, penetapan objek peraturan perundang-undangan mana yang memerlukan evaluasi serta prioritas peraturan yang harus dievaluasi lebih dahulu dan penentuan mekanisme yang tepat untuk menyusun hasil evaluasi ini.
Selain itu juga, permasalahan yang muncul dari Pasal 95A dan Pasal 95B Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah bahwa saat ini belum tersedia peraturan turunan yang mengatur lebih lanjut mengenai proses pemantauan dan peninjauan tersebut. Keberadaan peraturan turunan sangat penting karena dapat memberikan penjelasan yang lebih mendetail sehingga pelaksanaan pemantauan dan peninjauan dapat dilakukan secara konsisten dan menghasilkan kesamaan pemahaman di antara para pihak yang terlibat. Penegasan mengenai hal ini terlihat pada Pasal 95B ayat (2) yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang harus diatur melalui peraturan yang diterbitkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta Peraturan Presiden. Oleh karena itu, tanpa keberadaan peraturan turunan ini, pelaksanaan ketentuan yang diatur dalam Pasal 95A dan 95B dapat mengalami kebingungan dan inkonsistensi, mengingat tidak ada pedoman yang jelas untuk dilaksanakan. Dengan kata lain, jelas bahwa untuk memastikan efektivitas pelaksanaan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang, perlu segera disusun dan diterbitkan peraturan turunan yang dapat mengatur aspek-aspek tersebut dengan jelas dan terpadu.
Selanjutnya, perlu dipastikan lembaga mana yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan dan peninjauan tersebut, agar proses ini dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, akan penting untuk menetapkan bagaimana kekuatan mengikat dari hasil evaluasi dapat diberlakukan, apakah hasil tersebut bisa digunakan sebagai pedoman untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian pada peraturan yang ada. Kaitan dari tujuan pemanfaatan hasil pemantauan dan peninjauan juga harus diperjelas agar semua pihak memahami manfaat dari proses ini. Dalam hal ini, instrumen atau metode yang digunakan untuk melakukan pemantauan dan peninjauan juga harus dirumuskan dengan baik sehingga pemantauan dan peninjauan dapat dilakukan secara sistematik dan komprehensif. Terakhir, pemahaman mengenai kedudukan fungsi pemantauan dan peninjauan peraturan perundang-undangan dalam konteks penataan peraturan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada tata kelola hukum dan regulasi yang lebih baik di masa mendatang. Dengan perhatian yang tepat pada aspek-aspek ini, pemantauan dan peninjauan undang-undang dapat berjalan efektif dan memberikan hasil yang bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.
Walaupun daerah sudah memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pemantauan dan peninjauan terhadap peraturan daerah yang telah ditetapkan, saat ini masih terdapat kekurangan dalam hal regulasi yang mengatur proses tersebut. Hal ini menjadi penting mengingat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan karena fokus pemantauan dan peninjauan hanya diperuntukkan bagi undang-undang saja. Oleh karena itu, diperlukan sebuah upaya dari pemerintah untuk merumuskan suatu regulasi yang jelas dan komprehensif mengenai pemantauan dan peninjauan peraturan daerah. Harapan untuk masa depan adalah agar adanya regulasi tersebut dapat membantu daerah dalam melaksanakan tugasnya dengan lebih efisien. Pendekatan ini akan memastikan bahwa peraturan yang ada di tingkat daerah tetap relevan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta dapat diimplementasikan dengan baik. Tanpa adanya regulasi yang mendukung, proses pemantauan dan peninjauan peraturan daerah akan terus mengalami kendala yang bisa menghambat perkembangan serta penegakan hukum yang efektif di tingkat lokal.
Namun sekarang terkait dengan pemantauan dan peninjauan peraturan daerah telah ada pada Pasal 248 ayat (1) huruf d jo. Pasal 249 ayat (1) huruf e dan Pasal 256 huruf d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam ketentuan tersebut, ditegaskan bahwa Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki beberapa fungsi, tugas, wewenang serta hak untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah. Pengawasan yang dimaksud mencakup berbagai aspek, seperti pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya. Selain itu, DPD juga berwenang untuk mengawasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pajak, pendidikan dan aspek keagamaan. Dalam konteks ini, penting untuk memahami kewenangan DPD dalam melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap Peraturan Daerah (Perda).
Namun, dari segi hasil dan pemanfaatan dari pemantauan dan peninjauan Peraturan Daerah (Perda) yang dilakukan oleh DPD, terdapat kekurangan yang perlu diperhatikan. DPD tidak memiliki struktur kewenangan yang jelas dalam proses pembentukan peraturan daerah. Akibatnya, hasil dari pemantauan dan peninjauan yang dilakukan oleh DPD tidak memiliki jalur pemanfaatan yang terdefinisi dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun DPD memiliki hak untuk melakukan pemantauan dan peninjauan Peraturan Daerah (Perda), implementasi hasil pemantauan dan peninjauan Peraturan Daerah (Perda) tersebut belum optimal sehingga dapat menghambat efektivitas pemantauan dan peninjauan Peraturan Daerah (Perda) yang dilakukan oleh lembaga tersebut. Oleh karena itu, perlu ada perhatian khusus untuk memastikan bahwa hasil pemantauan dan peninjauan Peraturan Daerah (Perda) oleh DPD dapat digunakan secara efektif dalam proses pengambilan keputusan dan peraturan daerah yang lebih baik.
(Izu)
0 Komentar