Pena Nusantara | Jember Jatim - Berdalih tanah bengkok desa, M.Sholeh, Oknum kades Lojejer Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember, bersikukuh dan terus berupaya memaksakan diri untuk dapat terus menarik uang sewa dari para penggarap lahan seluas 49 Ha milik Ny. Tampina (alm).
Padahal sebelumnya, Ny.Tampina jelas jelas telah memenangkan perkara sengketa kepemilikan lahan seluas 49 ha itu melawan kades Lojejer dan BPN Jember, Mi
Diketahui, pada September tahun 2001, Ny. Tampina menggugat perdata di PN Jember, melawan Kepala Desa Lojejer sebelumnya (Suyono Iksan) atas perbuatan yang sama, dan Oktober tahun 2001 disepakati perdamaian dengan surat yang isinya bahwa, kades Lojejer mengakui tanah yang di klaim sebagai tanah bengkok desa tersebut adalah milik Ny. Tampina, dan Desa Lojejer berhenti untuk menyewakannya serta bersedia mengganti uang sebesar Rp. 100 juta. (Surat damai itu resmi dan di register/warmaking oleh PN Jember)
Namun, Kades Lojejer M. Sholeh sama sekali tidak menggubris perdamaian di PN Jember tersebut, dan pada November tahun 2002 Ia menduduki paksa tanah itu dan bahkan menarik uang sewa dengan cara kekerasan.
Andi Karnadi dan Mashuri selaku kuasa dari Tampina alias Bu Erly menyayangkan sikap dari Ka BPN Jember yang dinilai tidak tegas dan menentang perintah Undang undang (UU).
"Kami selaku pihak Ahli waris telah melakukan permohonan sertifikat pada tahun 2004 lengkap dengan bukti kwitansi dan bahkan ada putusan PTUN juga serta surat perintah dari BPN pusat jakarta.
Ada apa dengan BPN jember, kok bisa bisanya ketika oknum kades lojejer mengajukan sertifikat, malah diterbitkan, tanpa mengkroscek data dan lokasi sesungguhnya.
Jadi, kami sangat menduga bahwa Badan Pertanahan Nasional BPN jember melakukan persekongkolan dengan mafia tanah, yaitu oknum kades lojejer.
Diceriterakannya, pada Tahun 2003, Ny. Tampina mengajukan konversi atas tanah Efracht 49 Ha itu melalui kantor BPN Jember, namun Ka BPN Jember menolak permohonan itu (Surat no: 570.135.34.277 tanggal 10 Februari 2004), dengan alasan: putusan PN belum punya kekuatan tetap/tanah tidak dikuasai.
Tanggal 26 Agustus 2004 Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Surabaya mengeluarkan amar keputusan (no: 52/G.TUN/2004/PTUN.SBY) membatalkan surat Ka BPN Jember yang menolak permohonan hak atas tanah yang diajukan Ny. Tampina; serta memerintahkan Kantor Badan Pertanahan Nasional BPN Jember untuk memproses lanjut permohonan hak dan penerbitan Sertifikat hak milik Ny. Tampina.
Surat Ketua PTUN Surabaya ditujukan kepada Kantor BPN Jember (no.W3-TUN.1/599/K.Pen.02/III/2007 Tanggal 14 Maret 2007) agar BPN Jember melaksanakan putusan PTUN Surabaya no: 52/G.TUN/2004/PTUN.SBY. Tanggal 26 Agustus 2004 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Bahkan kemudian dikuatkan dengan Surat Kepala BPN RI di Jakarta (no: 1681-630.1-DV.3 tanggal 19 mei 2008) yang isinya memerintahkan Ka BPN jember melaksanakan Putusan PTUN surabaya dan memproses pensertifikatan tanah Ny.Tampina.
Tidak hanya itu, Andi Kurniadi Cs, juga mengaku sangat kecewa dengan Badan Pertanahan Nasional Jember yang sudah menerbitkan sertifikat.
Andi mengatakan bahwa oknum kepala desa lojejer M. Soleh memasang plang dilahan tersebut bahwasannya tanah tersebut milik desa lojejer.
Padahal sebenarnya kami yang terlebih dulu melakukan permohonan untuk penyertifikatan, kok bisa ketika desa Lojejer yang mengajukan malah BPN merespon cepat dengan menerbitkan sertifikat itu. Ada apa dengan BPN Jember, ujarnya heran.
Diketahui, diatas lahan dimaksud kini sudah terpasang papan nama dengan SHM, tapi setatus sertifikat di plang nama tersebut statusnya bukan hak milik melainkan hak guna pakai dan dikatakan bahwa tanah tersebut tanah bengkok.
Padahal pada tahun 2009, M. Soleh beserta dengan perangkat desanya dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena tidak punya dasar kuat telah melakukan dugaan tindak pidana perusakan terhadap tanaman diatas lahan milik Ny.Lampina tersebut.
"Untuk itu, kami memohon kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN RI, serta Yth bapak Presiden RI, untuk segera mengambil kebijakan dan langkah langkah kongkrit dalam mengatasi persoalan ini. Karena dikhawatirkan persoalan ini dapat menimbulkan hal hal yang tidak diinginkan dan timbulnya pertikaian," tutupnya.
(Den Bagus/Red)
0 Komentar