Dalam era desentralisasi dan otonomi daerah, pembentukan peraturan daerah (perda) menjadi salah satu instrumen penting untuk mengatur kehidupan masyarakat di tingkat lokal.
Namun, proses tersebut seringkali terhambat oleh beragam regulasi yang tumpang tindih, lambatnya birokrasi, dan kurangnya sinergi antar daerah. Salah satu solusi yang diusulkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah penerapan omnibus law dalam pembentukan perda. Penerapan omnibus law dalam pembentukan peraturan daerah (perda) menawarkan potensi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas regulasi di tingkat lokal. Namun, di balik manfaat yang
dijanjikan, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan agar implementasi ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Beberapa tantangannya yakni :
1. Risiko Pengabaian Partisipasi Publik
Salah satu tantangan terbesar dalam penerapan omnibus law adalah potensi pengabaian partisipasi publik. Proses legislasi yang terpusat dalam satu paket peraturan dapat mengurangi ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan. Padahal, partisipasi publik sangat penting untuk memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Tanpa keterlibatan yang memadai, peraturan yang dihasilkan bisa jadi tidak relevan atau bahkan merugikan.
2. Kompleksitas dan Keterbatasan Pemahaman
Penggabungan berbagai isu dan regulasi dalam satu undang-undang juga dapat menciptakan
kompleksitas yang membingungkan. Masyarakat dan bahkan pihak-pihak yang terlibat dalam penerapan perda mungkin mengalami kesulitan dalam memahami substansi dan implikasi dari omnibus law. Hal ini dapat menghambat implementasi yang efektif, karena kurangnya pemahaman dapat mengakibatkan resistensi atau kesalahan dalam penerapan.
3. Potensi Tumpang Tindih dan Inkonstitusionalitas Meskipun salah satu tujuan dari omnibus law adalah untuk mengurangi tumpang tindih regulasi, dalam praktiknya, hal ini bisa jadi sulit dicapai. Jika tidak ditangani dengan hati-hati, omnibus law berpotensi menciptakan aturan yang saling bertentangan atau bahkan melanggar prinsip-prinsip konstitusi. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa semua aspek peraturan tetap sesuai dengan hukum yang berlaku.
4. Tantangan Birokrasi dan Sumber Daya
Implementasi omnibus law memerlukan kesiapan birokrasi yang mumpuni dan sumber daya yang cukup. Jika pemerintah daerah tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola perubahan regulasi yang cepat, maka efektivitas dari omnibus law dapat terhambat. Keterbatasan sumber daya manusia dan teknis dapat menjadi kendala dalam menerapkan peraturan secara konsisten dan akuntabel.
5. Akuntabilitas dan Transparansi
Dengan konsentrasi kekuasaan dalam satu paket peraturan, ada risiko bahwa pengawasan dan akuntabilitas akan berkurang. Penting untuk menjaga agar proses pembentukan perda tetap transparan dan akuntabel, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Masyarakat harus tetap diberdayakan untuk mengawasi dan mempertanyakan kebijakan yang diambil.
(M. Ihsanuddin Izzu M).
0 Komentar