Pena Nusantara | Situbondo - Para petani kopi yang menanam di kawasan hutan yang dikelola oleh Perhutani kini merasa bingung dengan aturan baru mengenai sharing hasil kopi. Padahal, tahun-tahun sebelumnya tidak ada masalah seperti ini. Sejak kepemimpinan Asper baru di BKPH Prajekan, para petani kopi di kawasan hutan Perhutani wilayah Kayumas mengalami keributan dan kebingungan. Apa yang sebenarnya terjadi.
Pada tahun sebelumnya, target sharing hasil kopi di Desa Kayumas tidak berhasil mencapai setoran yang seharusnya diberikan kepada Perhutani KPH Bondowoso. Berdasarkan informasi di lapangan, banyak masyarakat yang telah membayar sharing hasil kopi kepada seorang oknum berinisial 'MHR'. Pembayaran tersebut diduga tidak disetorkan kepada Perhutani, Selasa (6/8/2024).
Ini jelas merugikan Perhutani KPH Bondowoso terkait pembagian hasil kopi. Namun, anehnya hingga kini belum ada tindakan tegas dari petugas mandor dan mantri terhadap oknum berinisial 'MHR'.
Masyarakat semakin bingung dan khawatir hal ini akan terulang kembali, yang tentu saja akan merugikan Perhutani dan negara.
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kayumas siap mengawal pembayaran target sharing hasil kopi kepada Perhutani. LMDH juga menunjuk saudara Rosi dan Supandiyono untuk memfasilitasi mediasi dengan P. WK Sukirno dan P. Yuli selaku humas KPH Bondowoso. Bahkan, Rosi dan Supandiyono pernah mendatangi kantor BKPH Prajekan dan rumah P. Adimulyono, Asper BKPH Prajekan, untuk membahas sharing hasil kopi LMDH yang baru dan akan menarik sharing hasil kopi dari masyarakat didampingi petugas Perhutani. Namun, kesepakatan tersebut kembali diingkari.
"Yang lebih membingungkan lagi, Asper BKPH Prajekan ingin bekerja sama lagi dengan MHR dan kroni-kroninya. Padahal, MHR dan kawan-kawannya tersebut yang sebelumnya membuat sulit pencapaian target sharing hasil kopi di lahan Perhutani, sekarang malah diajak kerja sama lagi," tutur Supandiono.
Bahkan sekarang ada isu bahwa petugas menyuruh kelompok lama untuk menagih sharing hasil kopi tanpa invoice dan nota pembayaran, yang melanggar hukum dan tanpa ada tanda terima dari petugas penagih.
"Setahu saya, seharusnya yang dimintai sharing hasil kopi adalah lokasi tanaman kopi yang sudah ber-PKS dengan Perhutani. Akan tetapi, lokasi yang tidak perjanjian kerja sama ber-PKS pun juga dipungut. Apakah itu tidak termasuk indikasi pungli?" ujar Matrosi.
Lebih lanjut, Matrosi merasa kasihan kepada para petani yang mengelola kopi di kawasan Perhutani, yang selama ini hanya dibohongi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Saya mohon dan berharap kepada pihak Perhutani agar segera meninjau ulang kawasan hutan Perhutani yang dikelola oleh masyarakat atau petani yang menanam kopi dan lain-lain, termasuk yang belum di-PKS-kan agar segera diajukan PKS-nya. Supaya tidak ada unsur pungli lagi, karena itu adalah hak negara," pungkasnya.
Sementara itu, Asper BKPH Prajekan saat dikonfirmasi mengatakan belum ada perintah dari pimpinan. "Belum ada perintah dari pimpinan untuk bertindak tegas kepada MHR terkait dengan kelakuan MHR dan kawan-kawannya," terangnya. (Rudi)
0 Komentar