Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

WHO Sebut Asia Tenggara Bebas Polio Sejak 2014: Masih Perlukah Pemberian Vaksin Polio?

Pena Nusantara | Jakarta - Pemberian vaksin polio tetap menjadi langkah krusial dalam mencegah lumpuh layu akibat penyakit polio pada anak-anak. Pada Selasa (23/7/2024), Kementerian Kesehatan melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio 2024 tahap kedua di 27 provinsi di Indonesia, menyusul pelaksanaan tahap pertama di enam provinsi di Papua pada Mei 2024. 

Lurah kelurahan Kebon Pala Faisal Rizal, M.Kes.,NL.P meneteskan vaksin polio ke seorang anak di Pos PIN Polio RW 12 Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur, Rabu (24/07/2024).

Meskipun kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah dinyatakan bebas polio oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada April 2014, Indonesia sendiri belum mendapatkan sertifikat bebas polio. Hal ini dikarenakan masih tingginya risiko penyebaran virus polio di 32 provinsi dan 399 kabupaten/kota di Indonesia, yang masuk dalam kategori berisiko tinggi. Lantas, seberapa perlu vaksin polio? 

Pemberian vaksin polio tetap diperlukan karena virus polio bisa menyebabkan kelumpuhan permanen atau bahkan kematian, terutama pada anak-anak yang belum diimunisasi. "Satu dari 200 infeksi polio dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, dan 5-10 persen di antaranya bisa berujung pada kematian jika otot pernapasan terinfeksi," demikian pernyataan WHO. 

Vaksin polio bertindak sebagai pelindung bagi anak-anak dari serangan virus yang bisa masuk melalui mulut dan berkembang di dalam usus. Gejala awal yang biasanya muncul meliputi demam, sakit kepala, muntah, kelelahan, dan nyeri pada tungkai. Dalam kasus berat, infeksi ini dapat menyebabkan kaku leher dan lumpuh layu.

Sejak 2022, Indonesia telah melaporkan sejumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) polio di beberapa daerah seperti Kabupaten Pidie, Aceh; Sampang, Jawa Timur; dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di tahun 2024, kasus polio dilaporkan di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan; Kabupaten Asmat, Papua Selatan; serta Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Kasus-kasus ini memperlihatkan adanya kebangkitan penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan kemunculan kembali kasus polio sebagian besar disebabkan oleh rendahnya cakupan imunisasi dasar yang terjadi selama pandemi Covid-19. Pada tahun 2020, cakupan imunisasi menggunakan vaksin polio tetes (OPV) hanya mencapai 86,8 persen, menurun menjadi 80,2 persen pada 2021. Kekebalan komunitas baru bisa terbentuk apabila cakupan imunisasi mencapai lebih dari 90 persen.

Presiden meminta agar program imunisasi polio dilakukan secara merata, terutama di daerah-daerah dengan cakupan imunisasi yang masih rendah. Orangtua diimbau untuk membawa anak-anak mereka ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan vaksin polio, memastikan bahwa mereka terlindungi dari virus berbahaya ini. 

Meskipun status bebas polio di kawasan Asia Tenggara memberikan rasa aman, upaya untuk menjaga kekebalan komunitas tetap harus diperkuat, terutama dalam menghadapi potensi wabah yang bisa muncul kapan saja. Vaksinasi adalah langkah preventif yang paling efektif untuk memastikan masa depan yang bebas dari polio bagi generasi mendatang.

Posting Komentar

0 Komentar